Opini  

Ironi SILPA Tinggi di Bojonegoro, Warga Masih Bergelut dengan Kemiskinan

admin
Img 20251030 wa0031

Bojonegoro – Sebuah kabupaten di Jawa Timur, dikenal dengan potensi sumber daya alamnya yang melimpah. Namun, di balik gemerlapnya industri migas, tersimpan ironi yang memilukan. Tingginya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Pemerintah Kabupaten Bojonegoro berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi dan kesejahteraan sebagian masyarakatnya.

SILPA Tinggi, Kesejahteraan Rendah

SILPA merupakan selisih lebih antara realisasi pendapatan dan belanja daerah dalam satu tahun anggaran. Data terakhir menunjukkan, SILPA Bojonegoro mencapai angka fantastis. Pada tahun 2023, SILPA Bojonegoro mencapai Rp 1,7 triliun. Angka ini terus meningkat, dan pada tahun 2025, SILPA Bojonegoro mencapai Rp 3 triliun. Angka ini tentu menimbulkan pertanyaan besar: mengapa anggaran sebesar itu tidak mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat Bojonegoro secara merata?

Kondisi ekonomi masyarakat Bojonegoro memang memprihatinkan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, angka kemiskinan di Bojonegoro masih berada di atas rata-rata provinsi Jawa Timur. Banyak warga yang hidup dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil, dengan pendapatan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Rumah Tidak Layak Huni dan Janji yang Terlupakan

Salah satu potret buram kemiskinan di Bojonegoro adalah kondisi rumah tidak layak huni (RTLH). Di pelosok-pelosok desa, masih banyak keluarga yang tinggal di rumah reyot, berdinding bambu lapuk, dan beratap bocor. Mereka hidup dalam kondisi yang tidak sehat dan tidak aman.

Salah satu contohnya adalah Mulyono, warga RT 04 RW 01 Dukuh Gumeno, Desa Sambongrejo, Kecamatan Baureno. Rumah Mulyono yang terletak di Jalan Cakraningrat, kondisinya sangat memprihatinkan. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu yang sudah lapuk atapnya bocor, dan lantainya masih berupa tanah. Ironisnya, Mulyono mengaku belum pernah menerima bantuan dari pemerintah daerah, meskipun sudah berulang kali mengajukan permohonan.

APBD untuk Kesenangan Oknum Tertentu?

Di tengah kondisi masyarakat yang memprihatinkan, muncul dugaan bahwa sebagian anggaran APBD Bojonegoro hanya digunakan untuk kesenangan oknum tertentu. Kegiatan-kegiatan yang meriah, pesta Hari Jadi Bojonegoro (HJB), dan acara-acara seremonial lainnya, diduga menghabiskan anggaran yang tidak sedikit. Padahal, anggaran tersebut seharusnya bisa dialokasikan untuk program-program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.

SILPA 2025: Rp 3 Triliun, Apa Kata Pemerintah?

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menjelaskan bahwa tingginya SILPA pada tahun 2025 disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

Antisipasi Penurunan DBH Migas: Pemerintah Kabupaten Bojonegoro mengambil kebijakan strategis dengan menahan SILPA sebagai langkah antisipatif terhadap pengurangan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dari pemerintah pusat.

Evaluasi Menteri Keuangan dan Mendagri: Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri meminta Pemerintah Kabupaten Bojonegoro bijak mengelola SILPA 2025 agar bisa dimanfaatkan secara optimal pada tahun anggaran berikutnya.

Serapan Anggaran Rendah: Serapan anggaran hingga kuartal III tahun 2025 masih rendah, yaitu di bawah 50 persen.

Transisi Kepemimpinan: Adanya pergantian kepemimpinan pada tahun 2025, dari Pj Bupati Adriyanto kepada Bupati Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah, menyebabkan transisi kebijakan yang mempengaruhi realisasi anggaran tahun berjalan.

SILPA sebesar Rp 3 triliun ini rencananya akan dimanfaatkan untuk program-program prioritas yang menyentuh langsung masyarakat, seperti Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD), Mobil Siaga Desa, BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja rentan, Program Universal Health Coverage (UHC), dan beasiswa bagi pelajar Bojonegoro.

Ke Mana Anggaran Mengalir?

Pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro adalah: ke mana anggaran sebesar itu mengalir? Mengapa SILPA bisa begitu tinggi, sementara masih banyak warga yang hidup dalam kemiskinan dan rumah tidak layak huni?

Pemerintah daerah harus lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan anggaran. Prioritas utama harus diberikan pada program-program yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat, seperti perbaikan RTLH, peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Saatnya Berbenah

SILPA tinggi seharusnya menjadi momentum bagi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro untuk berbenah. Anggaran yang ada harus dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata. Jangan sampai SILPA hanya menjadi angka statistik yang membanggakan, sementara di sisi lain, masih banyak warga yang bergelut dengan kemiskinan dan hidup dalam kondisi yang tidak layak.

Pemerintah daerah harus lebih proaktif dalam menjemput bola, mencari dan membantu warga yang membutuhkan. Jangan hanya menunggu permohonan dari warga, tetapi turun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi riil masyarakat.

Bojonegoro memiliki potensi yang besar untuk menjadi daerah yang maju dan sejahtera. Namun, semua itu tidak akan terwujud jika pemerintah daerah tidak serius dalam mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Saatnya SILPA dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat Bojonegoro secara merata.

Opini ditulis oleh Ciprut laela 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *